REPUBLIK TURKI
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Sejarah Islam
di Turki
Dosen Pengampu : Drs. H.
Mundzirin Yusuf
Disusun oleh:
Anik Wijayanti 08120024
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
Peradaban Islam dengan pengaruh Arab
dan Persia
menjadi warisan yang mendalam bagi masyarakat Turki sebagai peninggalan Dinasti
Usmani. Kekhalifahan Turki dengan membawa peradaban dua bangsa tersebut.
Perkembangan selanjutnya memperlihatkan pengaruh yang kuat kedua peradaban
tersebut ke dalam kebudayaan bangsa Turki. Kondisi ini menimbulkan kekeliruan
pada masyarakat awam yang sering menganggap bahwa bangsa Turki sama dengan
bangsa Arab. Suatu anggapan yang keliru yang selalu ingin diluruskan oleh
bangsa Turki sejak tumbuhnya nasionalisme pada abad ke-19. Selanjutnya arah
modernisasi yang berkiblat ke Barat telah menyerap unsur-unsur budaya Barat
yang dianggap modern. Campuran peradaban Turki, Islam dan Barat, inilah yang
telah mewarnai identitas masyarakat Turki.
BAB II
PEMBAHASAN
- Latar Belakang Berdirinya Republik Turki
Nasionalisme Turki ingin men-Turki-kan
segalanya. Halini menimbulkan persaingan bagi kelompok lain yang bukan Turki,
seperti nasionalisme Arab dan Nasrani. Kelompok nasionalis ditekan oleh Sultan
Absul Hamid II yang berpendirian pan-islamis. Untuk selanjutnya, nasionalisme
Turki berkembang menjadi rasialis dengan Usmanisme, kemudian pan-turkisme dan
turanisme. Diantara tokoh-tokoh aliran nasionalisme Turki ialah Ziya Gokalp,
Halide Edib, Mansurizade Said, dan Mustafa Kemal Pasha. Kalau Ziya, Halide, dan
Mansurizade adalah pemikir dan pencetus ide nasionalisme, maka Mustafa Kemal
merupakan pelaksana pemikiran yang dituangkan oleh pendahulunya. [1]
Revolusi di Turki digagas oleh gerakan Turki Muda dalam
suatu kongres yang diadakan di Paris tahun 1907 M. Revolusi ini bertujuan
mencari jalan untuk mengulingkan kekuasaan absolut Sultan Abdul Hamid II dan
membentuk pemerintahan konstitusional yang baru, yang menghasilkan kesepakatan
Ittihad ve Terekki sebagai pelaksana revolusi.[2]
Pada masa Perang Dunia I, Mustafa Kemal Ataturk diserahi tugas memimpin Divisi
19 yang berhasil dalam pertempuran. Pangkatnya naik dari kolonel menjadi
jenderal, ditambah dengan gelar pasya.[3]
Ia menolak perintah kembali ke Istanbul
dan memusatkan perhatiannya pada finalisasi progam perjuangan nasional bersama
Kazim Karabekir, Ali Fuad Pasha, dan Husein Rauf. Sebuah delegasi pada tanggal
23 Juli-19 Agustus 1919 di Erzerum, menghasilkan resolusi yang antara lain
menyatakan tuntutan atas kemerdekaan dan terciptanya persatuan bagi rakyat
Turki yang bersatu dalam agama, ras, dan tujuan. Resolusi yang sudah
diformulasikan dalam bentuk progam enam pasal yang dinamakan Misaki-Milli (Pakta Nasional), yang
disahkan oleh Parlemen pada bulan Febuari 1920.[4]
Mustafa Kemal Ataturk diangkat sebagai ketua Perkumpulan
Pembela Hak Rakyat cabang Erzurum dalam
kongresnya yang pertama kali diadakan di kota
tersebut. Kongres kedua diselenggarakan di Sivas , yang memutuskan bahwa Turki harus
merdeka, dan dibentuklah Komite Perwakilan Rakyat yang diketuai oleh Mustafa
Kemal. Sementara itu di Istanbul
dilaksanakan pemilihan anggota parlemen yang hasilnya didominasi oleh kaum
nasionalis. Namun parlemen tidak dapat nekerja karena intervensi sekutu,
sehingga sidang terunda hingga waktu yang tidak terbatas. Ini menyebabkan
banyak anggotanya bergabung ke golongan nasionalis di Anatolia
yang dipimpin oleh Mustafa Kemal, yang membentuk Majelis Nasional Agung pada
1920. Mustafa Kemal dipilih sebagai ketua majelis itu dalam sidangnya di Ankara
yang memutuskan hal sebagai berikut, kekuasaan tertinggi berada ditangan
rakyat, Majelis Nasional Agung adalah perwakilan rakyat tertinggi, lembaga
legislative dan eksekutif, Majelis Negara yang beranggotakan dari Majelis
Nasional Agung akan menjalankan tugas pemerintahan, dan ketua Majelis Nasional
Agung merangkap ketua Majelis Negara. Kelompok Mustafa Kemal menguasai keadaan
dan akhirnya sekutu mengakuinya sebagai penguasa Turki, baik de facto maupun de jure. Pemerintahannya diakui secara internasional melalui
Perjanjian Lausanne
pada 23 Juli 1923.[5]
Perundingan di Lausanne merupakan kemenangan Turki atas
Eropa. Majelis Nasional Agung menganugerahkan gelar Al-Ghazi (pemenang) dan
pangkat Marsekal kepada Mustafa Kemal atas kepahlawanannya dalam pertempuran di
Sungai Sakarya.[6]
- Berdirinya Republik Turki
Kemenangan yang diperoleh oleh Turki dalam perjanjian Lausanne membuat Negara
ini mulai membangun negeri mereka yang telah berantakan itu. Kesultanan
dihapuskan dalam tahun 1341 (1922 M ) dan jabatan Khalifah, yang dianggap
terkandung dalam pemerintahan Republik Turki itu, dihapuskan dua tahun
kemudian. Dari puing-puing Kemahatajaan Usmani muncullah sebuah Negara baru
yang dinamis yaitu Republik Turki.[7]
Dengan penghapusan jabatan sultan, dualisme kepemimpinan duniawi sudah tidak
ada lagi. Kedaulatan berada di tangan Majelis Nasional Agung dan kekuasaan
eksekutif berada dibawah Majelis Negara. Republik Turki dibentuk secara resmi
pada tanggal 29 Oktober 1923 dengan Presiden pertama Mustafa Kemal yang dipilih
oleh Majelis Nasional Agung dengan ibukota di Ankara. Mustafa Kemal diberi
gelar Bapak Turki atau Ataturk, karena jasanya terutama dalam perang
kemerdekaan 1919-1923.
Kekhalifahan dihapuskan pada tanggal 3 Maret 1924,
setelah Kemal menyampaikan pidato pada pembukaan masa sidang Majelis dua hari
sebelumnya. Pidato tersebut menekankan pada usaha penjagaan stabilitas
republic, diciptakannya system pendidikan nasional yang seragam dan keharusan
untuk membersihkan dan meningkatkan iman Islam, dengan membebaskannya sebagai
alat politik.[8] Dengan
demikian, dualisme kepemimpinan di Turki dapat dteratasi. Hanya tinggal satu
penguasa, yakni Presiden Republik Turki Mustafa Kemal Pasya Ataturk. Dengan
demikian berakhirlah riwayat Kerajaan Usmani yang telah berdiri kurang lebih
selama 625 tahun.[9]
- Pembaruan Kemalis
Mustafa Kemal mendirikan Negara Republik Turki di atas puing-puing
reruntuhan kekhalifahan Turki Usmani dengan prinsip sekularisme, modernisme dan
nasionalisme. Meskipun demikian, Mustafa Kemal bukanlah yang pertama kali
memperkenalkan ide-ide tersebut di Turki. Gagasan sekularisme Mustafa Kemal
banyak mendapat inspirasi dari pemikiran Ziya Gokalp, seorang sosiolog Turki
yang diakui sebagai Bapak Nasionalisme Turki. Pemikiran Ziya Gokalp adalah
sintesa antara tiga unsur yang membentuk karakter bangsa Turki, yaitu
ke-Turki-an, Islam dan Modernisasi.[10]
Pembaruan Kemalis berusaha untuk menciptakan bentuk Islam individualistik
modern. Pembaruan Kemalis dilaksanakan diatas enam prinsip dasar yang menjadi
filsafat politik dan dasar Republik Turki yaitu Republikanisme, Nasionalisme, Populisme, Etatisme, Sekularisme, Revolusionisme.
Keenam prinsip tersebut yang paling menonjol yaitu sekularisme, ia merupakan
pahan ( ideologi) yang memisahkan antara persoalan agama dam nonagama (publik
dan sipil).
Pada tahun 1925 beberapa thariqat Sufi dinyatakan sebagai organisasi
terlarang (illegal) dan dihancurkan. Pada tahun 1927 pemakaian turbus dilarang,
tahun 1928 diberlakukan tulisan latin menggantikan tulisan Arab, dan mulai
dilancarkan upaya memurnikan bahasa Turki dari muatan bahasa Arab dan Persia.
Pada tahun 1935 seluruh warga Turki diharuskan menggunakan nama kecil
sebagaimana yang berlaku dengan pola nama Barat.[11]
Amandemen konstitusi tahun 1934 memberi hak suara kepada perempuan dan segera
setelahnya banyak anggota Majelis dari perempuan.[12]
Pada tahun 1935 beberapa perwakilan wanita terpilih dalam parlemen Turki.
Perubahan dalam hal sikap dan prinsip hokum menjadi basis utama bagi pengembagan
partisipasi wanita didalam kehidupan punlik nangsa Turki.[13]
Di bidang ekonomi, pemerintahan Kemal berhasi mengatasi deficit anggaran Negara
melalui pembaruan sistem perpajakan dan membuat aturan keuangan publik secara
tradisional menjadi sumber kelemahan Turki.
Mustafa Kemal meninggal dunia pada tanggal 10 November
1938 di Istana Dolmabahce, Istanbul .
Ia terserang penyakit cyrrhosis liver yang parah karena kebiasaannya minum alkohol
selama bertahun-tahun. Jenazahnya disimpan di Museum Etnografi Nakara hingga
tahun 1953, lalu dipindahkan ke Mausoleumnya.[14]
- Turki Pasca Kemalisme
Setelah Mustafa meninggal, rezimnya dilanjutkan oleh seorang
koleganya yang sangat setia kepadanya, Ismet Inonu. Namun periode antara
kematian Kemal dan akhir masa pemerintahan Inoni membuka jalan bagi sebuah
didtem politik yang baru. Amerika Serikat, setelah Perang Dunia II menjadi
penjaga utama pengamanan politik dan pembangunan ekonomi Turki, juga berusaha
mengurangi system paternalistic dan cenderung kepada system demokrasi multi-partai.
Oleh karena itu, pada tahun 1946, pemerintahan Inonu mengizinkan pembentukan
Democrat Party ( Partai Demokrat).[15]
Pada tanggal 24 Oktober 1945 Turki menandatangani Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa sebagai salah satu dari lima
puluh anggota asli. Pada 1946, pemerintah İnönü menyelenggarakan pemilu
multi-partai, yang dimenangkan oleh partainya. Ia tetap sebagai presiden negara
itu hingga 1950. Dia masih dikenang sebagai salah satu tokoh utama Turki.[16]
Pada pemilu 1950, kekuasaan tunggal Partai Republik Rakyat berakhir
dan digantikan oleh partai sekuler beraliran liberal, yaitu Partai Demokrat.
Partai pimpinan Adnan Menderes ini mencoba mengoreksi
penyimpangan-penyimpangan sekularisasi yang sudah dijalankan oleh Partai
Republik Rakyat sejak berdirinya negara Turki. Untuk memberikan respon terhadap
warga pedalaman yang mendukung rezim baru ini juga mengizinkan penyampaian
pendidikan agama di sekolah-sekolah Turki, Masjid menerima kembali subsidi dari
Negara. Namun, thariqat sufi tetap mendapatkan tekanan sementara badan-badan
wakaf belum dibentuk kembali. Partai Demokrat cukup toleran terhadap dogma
Kemalis bahwasanya hanya dengan sekularisasi masyarakat Turki dapat menjadi
sebuah Negara modern. Partai ini cenderung kepada sikap yang toleran terhadap
modernisasi ekonomi sekaligus juga toleran terhadap Islam.[17]
Madrasah-madrasah ini kembali ditutup pada tahun 1998 setelah dianggap sebagai
lembaga yang mendidik kelompok Islam fundamental yang keberadaannya menguat dan
mengancam ideologi sekuler Turki.
Pada tahun 1960-an Turki kembali dilanda konflik multi-partai.
Konflik ini tidak hanya dimunculkan oleh perkembangan ekonomi yang ganjil ini,
tetapi juga karena meningkatnya differensiasi sosial dan ekonomi, dan
meningkatnya kecenderungan kesadaran politik dan aktivisme. Partai Rakyat
Republik dibawah kepemimpinan Ecevit tampil mewkili elite birokratik,
intelektual dan elite teknikal di Negara ini, termasuk diantaranya kaum pekerja
pabrik dan beberapa kelompok perkotaan lainnya. Partai Mustafa Kemal mempertahankan
orientasi statisnya bahkan partai ini menjadi partai demokratik sosialis yang
menghendaki sebuah pengabdian secara profesional dan perlindungan industrial.
Pada Dakade 1970-an meneruskan intensifikasi konflik dekade 1960-an. Terbentuk
sejumlah partai baru baik yang berhaluan kanan maupun kiri, pada akhir dekade
ini kubu sayap kanan terlibat permusuhan terbuka dengan kubu berhaluan kiri.[18]
BAB III
PENUTUP
Republik Turki terbentuk melalui revolusi yang di pimpin
oleh Mustafa Kemal Pasya pada tanggal 29 Oktober 1923 dengan memberlakukan
sistem sekularismenya untuk memimpin Republik Turki. Pembaruan Mustafa Kemal
diaksanakan atas enam prinsip yaitu republikanisme,
populisme, etatisme, sekularisme, revolusionisme dan nasionalisme. Keenam prinsip tersebut yang paling menonjol
adalah sekularisme, paham sekularisme memandang bahwa campur tangan agama
(Islam) dalam seuruh aspek kehidupan membawa kemunduran bagi kaum Muslim
sendiri. Untuk itu, Mustafa menghapuskan kesultanan serta kekhalifahan dari Negara
Republik Turki. Sepeninggal Mustafa pemerintahan masih berbentuk sekularis yang
dipimpin oleh kolega Mustafa yaitu Ismet Inonu.
DAFTAR PUSTAKA
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “ Khalifah” jilid II. Jakarta : PT Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2002.
Morgan, Kenneth W, Islam
Jalan Lurus. Bandung :
Pustaka Jaya, 1980.
Siti Maryam, dkk, Sejarah
Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern. Yogyakarta :
Lesfi, 2004.
Kumaidi, Sejarah
Kebudayaan Islam. Sragen: CV Arifandani, 2007.
Lapidus, Ira M, Sejarah
Sosial Ummat Islam. Jakarta :
PT Grafindo Persada, 1999.
[1] Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Khalifah” jilid II (Jakarta : PT Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2002), hlm. 257-258.
[2] Drs Kumaidi, Sejarah
Kebudayaan Islam ( Sragen: CV Arifandani, 2007 ), hlm.3.
[3] Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Khalifah” jilid II, hlm. 260.
[4] Siti Maryam, dkk, Sejarah
Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern ( Yogyakarta :
Lesfi, 2004), hlm. 156-157.
[5] Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Khalifah” jilid II, hlm. 260.
[6] Siti Maryam, dkk, Sejarah
Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern, hlm. 158.
[7] Kenneth W Morgan, Islam Jalan
Lurus (Bandung: Pustaka Jaya, 1980), hlm. 302.
[8] Mortimer, Islam dan Kekuasaan,
dalam Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban
Islam dari Masa Klasik hingga Modern,hlm. 160.
[9] Ensiklopedi Tematis Dunia Islam “Khalifah” jilid II, hlm. 261.
[11] Ira M Lapidus, Sejarah Sosial
Ummat Islam bagian ketiga (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm.
91.
[12] Siti Maryam dkk, Sejarah
Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, hkm. 162.
[13] Ira M Lapidus, Sejarah Sosial
Ummat Islam bagian ketiga, hlm. 92.
[14] Drs Kumaidi, Sejarah
Kebudayaan Islam, hlm. 5.
[15] Ira M Lapidus, Sejarah Sosial
Ummat Islam bagian ketiga,hlm. 92-93.
[16]http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_Turkey
[17] Ira M Lapidus, Sejarah Sosial
Ummat Islam bagian ketiga,hlm. 94.
[18] Ira M Lapidus, ibid, hlm. 95-96.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar